Apa itu saham Go Privat – Perusahaan yang memiliki saham yang dapat ditemukan di pasar modal memiliki kemungkinan untuk memilih untuk menjadi perusahaan yang tertutup. Di Indonesia, terdapat banyak kasus perusahaan yang dulunya merupakan perusahaan terbuka, tetapi kemudian berubah menjadi perusahaan yang tertutup.
Go private yang berarti “Tindakan pribadi”, merujuk pada operasi perusahaan yang berhenti merilis sahamnya untuk umum.
Istilah ini dapat dianggap sebagai pelopor utama transisi dari perusahaan terbuka ke perusahaan tertutup, karena sebagian besar pendapatannya berasal dari pasar modal, dan bukan dari sumber lain.
Dengan metode go private, semua perdagangan dari perusahaan itu akan hilang, dan kemudian ia akan keluar dari pasar modal, seperti yang tersirat dalam situs Cantara.
Menurut laman kanal BEI, bagi investor yang memiliki saham perusahaan yang diprivatisasi tersebut, perseroan akan membeli sahamnya dan menebus saham yang telah dikeluarkan untuk umum secara keseluruhan.
Saat membeli kembali saham yang dimiliki publik, seringkali perusahaan menawarkan harga premium agar investor tertarik untuk menjualnya.
Istilah go private tentu saja kebalikan dari go public. Go public, sesuai dengan namanya, adalah ketika suatu perusahaan menjual sahamnya kepada publik melalui initial public offering (IPO). Dalam go public, suatu perusahaan berubah dari perusahaan tertutup atau swasta menjadi perusahaan publik.
Apa Itu Go Private?
Apabila suatu perusahaan memutuskan untuk mencatatkan diri di bursa efek, perusahaan tersebut secara otomatis diklasifikasikan sebagai perusahaan publik, yaitu perusahaan publik. Umumnya, Tbk akan ditambahkan ke nama perusahaan. sebagai logo penerbit.
Dengan status tersebut, perseroan akan menawarkan sahamnya kepada publik. Masyarakat luas juga dapat berinvestasi pada saham tersebut dan meraup berbagai keuntungan di kemudian hari.
Sebaliknya, jika perusahaan publik memutuskan untuk menjadi perusahaan swasta, statusnya menjadi swasta. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan perusahaan tersebut ditarik dan dikeluarkan dari daftar perusahaan di bursa efek (delisting).
Artinya, saham perusahaan yang resmi diprivatisasi akan dikeluarkan dari bursa dan tidak bisa diperdagangkan lagi. Tentu saja, delisting bersifat sukarela, dan bursa tidak memiliki hak untuk memaksa delisting.
Perusahaan yang baru saja berubah menjadi perusahaan swasta menarik saham yang sudah beredar di publik. Kebanyakan, perusahaan menawarkan penawaran yang lebih tinggi dari harga terakhir agar investor mau menjual sahamnya.
Alasan dan Manfaat Saham Menjadi Go Private
Setelah memahami arti dari privatisasi saham, tentunya kita harus mengetahui alasan dibaliknya. Selanjutnya, go private adalah tindakan perusahaan yang tidak lagi menjual sahamnya kepada publik.
Salah satu alasan yang cukup banyak diketahui tentu saja terkait dengan fakta bahwa saham emiten tersebut sudah tidak likuid lagi di bursa. Bahkan, tidak jarang emiten yang go private terkena sanksi karena kinerja jangka panjangnya kurang membaik.
Namun, banyak juga alasan mengapa emiten memutuskan untuk go private. Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan, yang tentunya disesuaikan dengan situasi masing-masing perusahaan.
#1. Memilih fokus pada tujuan jangka panjang
Banyak perusahaan yang memilih go private setelah go public karena ingin fokus pada strategi dan tujuan jangka panjang perusahaan. Dan, hal itu biasanya terjadi karena tujuan jangka pendek perusahaan telah gagal.
Kegagalan ini tentu saja akan berakibat pada pengurangan saham perseroan. Rata-rata, inilah mengapa perusahaan publik lebih memilih untuk mengubah statusnya menjadi perusahaan tertutup (alias perusahaan swasta).
#2. Hasil yang tidak sesuai dengan ekspektasi
Tahukah Anda bahwa perusahaan publik pada awalnya menerima modal dalam jumlah besar ketika mereka menerbitkan saham perdananya di bursa saham. Namun, seiring berjalannya waktu, saham tersebut juga mengalami penurunan nilai.
Penurunan harga saham pasti akan berdampak pada penurunan kapitalisasi pasar. Hal ini tentu saja menyebabkan perdagangan saham perseroan tidak likuid. Karena alasan ini, banyak perusahaan memutuskan untuk memprivatisasi statusnya.
#3. Kondisi kinerja perusahaan yang kurang baik
Kepemilikan saham dan status operasi perusahaan juga dapat mempengaruhi keputusan untuk go private.
Tentu saja, kinerja yang dimaksud tidak bersifat mengikat dan karena itu tunduk pada berbagai pengawasan dari berbagai pihak.
Beberapa contoh termasuk ketika saham perusahaan menjadi tidak likuid, menyebabkan kesehatan keuangan perusahaan gagal tetapi tidak pernah pulih. Selain itu, ada hambatan bagi perusahaan yang tidak dapat mematuhi peraturan bursa, undang-undang atau OJK.
Contoh Perusahaan Saham Go Private
Selain SCPI yang sempat terkendala proses delisting karena tender offer tidak diterima investor independen, berikut beberapa contoh saham yang berhasil delisting secara sukarela dari bursa efek Indonesia dan bursa valuta asing:
#1. PT AQUA Golden Mississippi
Seperti namanya, PT AQUA Golden Mississippi adalah perusahaan yang menghasilkan Aqua, air minum dalam kemasan pertama di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1973 dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (sebelumnya Bursa Efek Jakarta) pada tahun 1990.
Setelah diakuisisi secara perlahan oleh Danone mulai tahun 1998, perusahaan tersebut secara sukarela delisting pada tahun 2011. Saat itu, 5,65% saham perseroan yang masih dipegang publik dibeli kembali dengan harga Rp 500.000 per saham.
#2. PT Indosiar Karya Media Tbk
Pastinya untuk rakyat Indonesia tidak asing lagi dengan saluran televisi dengan tema ikan terbang. Channel TV Indosiar pernah delisting dua kali. Pertama tahun 2004, Channel TV Indosiar yang dulu sempat listing dengan nama PT Indosiar Visual Mandiri Tbk yang kala itu memutuskan untuk delisting, sehingga dengan begitu hanya PT Indosiar Karya Media (IDKM) yang hanya terdaftar di Bursa (BEI).
Setelah sembilan tahun lalu IDKM juga menyatakan delisting dari bursa (BEI) karena perusahaan tersebut satu merger dengan Channel SCTV di dalam pengawasan Grup EMTEK. pada waktu itu, sempat terjadi investor saham Indosiar ditukar oleh saham Channel SCTV dengan rasio sebesar 1 saham Indosiar atau yang setara dengan 0,481 saham channel SCTV.
#3. Dell
Contoh perusahaan asing yang dihapuskan dari bursa saham dan kemudian dicatatkan kembali adalah Dell.
Perusahaan komputer yang berbasis di Texas go public pada tahun 2013 karena penurunan penjualan PC (dibandingkan dengan smartphone) dan karena pendirinya, Michael Dell, ingin lebih fokus pada jangka panjang perusahaan daripada pengembangan jangka pendek.
Pada Juli 2018, perusahaan kembali terdaftar di Bursa Efek New York dengan simbol DELL. Kehadiran investor publik untuk menambah modal perusahaan memang bisa sangat menguntungkan.
Namun, tidak dapat disangkal bahwa kesulitan birokrasi, dikombinasikan dengan berbagai alasan lain, menjadikan privatisasi sangat menarik bagi perusahaan.
Manfaat dan tujuan go-private
Industri yang menentukan untuk menjadi perusahaan swasta memiliki banyak tujuan. Menurut IDX Channel, cukup banyak perusahaan yang mengambil langkah go private untuk fokus pada strategi dan tujuan jangka panjang.
Alasannya kemungkinan besar perusahaan gagal mencapai tujuan jangka pendeknya dengan go public. Jatuhnya harga saham perusahaan akibat kegagalan membuat mereka memilih go private.
Big Alpha meluncurkan Investopedia, dan salah satu manfaat menjadi pribadi adalah memberikan kebebasan kepada manajemen untuk fokus menjalankan dan mengembangkan bisnis.
Di bawah lockdown, perusahaan tidak lagi diwajibkan untuk mematuhi peraturan perusahaan publik, seperti menerbitkan laporan keuangan yang biasanya diteliti oleh pelaku pasar, investor, dan analis.
Setelah privatisasi, perusahaan dapat fokus mengembangkan strategi pasar dan menetapkan tujuan jangka panjang.
Syarat dan Ketentuan Go-Private
Nah, tidak semudah menutup toko untuk menjadi perusahaan tertutup lagi yaitu go private ya Be-emers. Perusahaan yang ingin go private harus memenuhi sejumlah syarat dan ketentuan.
Nah, dibawah bawah ini beberapa syarat dan ketentuan untuk menjadi perusahaan Go Privat yang perlu anda ketahui juga, adapun beberapa syarat dan ketentuan tersebut sebagai berikut ini:
- Perusahaan telah tercatat di BEI minimal selama 5 tahun.
- Rencana privatisasi atau delisting sukarela telah disetujui rapat umum pemegang saham (RUPS)
- Perusahaan terkait perlu menyampaikan agenda RUPS kepada Bapepam-LK dan BEI
- Perusahaan tercatat wajib membeli saham dari pemegang saham yang tidak setuju dengan keputusan RUPS (buyback)
- Pemegang saham independen menjadi pihak yang berhak menyetujui atau menolak rencana privatisasi dalam rapat umum pemegang saham. Dapat dipahami bahwa pemegang saham independen adalah pemegang saham publik, tidak ada hubungan asosiasi, dan tidak termasuk dalam kelompok komersial.
- Perusahaan yang merencanakan privatisasi disarankan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan OJK.
Kasus Go Private di Indonesia
Di pasar modal Indonesia, privatisasi pertama kali diprakarsai oleh PT Praxair Indonesia Tbk pada tahun 1996. Menurut halaman Magic, beberapa perusahaan telah mengambil langkah serupa.
Antara tahun 2009 dan 2015, 28 perusahaan menarik diri dari Bursa Efek Indonesia. Di antara mereka, hanya 8 perusahaan yang secara sukarela delisting.
Alasannya beragam: 4 perusahaan memilih go private, 2 perusahaan karena merger, dan 2 perusahaan karena akuisisi.
Tindakan ini masih terjadi hari ini. Bahkan di tahun 2019 ini masih banyak perusahaan yang berubah status menjadi tutup: PT Bara Jaya Internasional Tbk, PT Grahamas Citrawisata Tbk, PT Sekawan Intipratama Tbk. (SIAP) pada 17 Juni 2019, dan PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk.
Secara internasional, banyak perusahaan menjadi perusahaan bangkrut setelah menjadi perusahaan terbuka. Contohnya PT Aqua Golden Mississippi Tbk (AQUA).
Sementara itu, PT Unilever Indonesia Tbk dilanda kekhawatiran privatisasi 2022. Perusahaan FMCG mengomentari analisis yang meminta perusahaan tersebut untuk dimiliki secara pribadi. Pasalnya, kinerja saham Unilever terus merosot sehingga tidak bisa mendatangkan keuntungan bagi investor.
Saat itu, manajemen perseroan, ticker UNVR, menyampaikan apresiasinya atas setiap pendapat, analisis dan masukan atas kinerja perseroan dari berbagai pemangku kepentingan.
Unilever mengatakan selalu berupaya mengambil setiap tindakan dan keputusan bisnis secara profesional dengan mengedepankan kepentingan publik, termasuk investor.
Apa yang Harus Dilakukan Investor?
Ada kebingungan dan kepanikan yang meluas ketika tersiar kabar bahwa saham yang diminta perusahaan akan menjadi milik pribadi.
Sebenarnya, hal ini wajar terjadi, tetapi sebaiknya tetap tenang sebelum mengambil keputusan.
Pada dasarnya dana yang ditanamkan pada perusahaan yang akan delisting dapat dikembalikan kepada investor. Oleh karena itu, jika saham tersebut delisting karena pailit, perusahaan harus menjual seluruh asetnya untuk melunasi utang, termasuk utang kepada pemegang saham.
Jika delisting bersifat sukarela, emiten perlu membeli kembali sahamnya, disebut juga dengan buyback. Jika emiten melakukan buyback dengan harga yang lebih tinggi dari harga saham saat ini, kemungkinan investor akan terburu-buru untuk mengembalikan saham tersebut.
Itulah adalah beberapa hal yang terkait dengan emiten yang menjadi go privat, dan hal apa saja yang perlu dilakukan investor ketika menghadapi situasi tersebut.
Nah, mungkin itu dia yang bisa kami bagikan tentang apa itu go privat bagi perusahaan dan manfaat go private bagi perusahaan serta para investor, untuk lebih paham lagi dengan dunia per sahaman yuk, baca artikel lainnya hanya di Cantara Media.